Di negeri ini menolong “kebaikan” saja kadang kami khawatir, apalagi jika tidak.
Poli pagi ini.
Setelah memeriksa pasien dan menuliskan resep obat.
Pasien : dok, boleh minta surat sakitny?
Saya : oh iya. Boleh. Boleh. Minta aja suratnya di depan. Nanti saya tanda tangani.
Pasien : tapi dok. Hmmmm.. Boleh minta surat sakitnya dari tgl sebelum ini dok? Tanggal segini sampai segini.
Saya : oh gitu. Kalau kesimpulan saya, kondisi bapak sekarang cuma butuh istiraahat 1 – 2 hari. Itu pun saya kasih buat hari ini atau besok.
Pasien : saya minta tolong dok. Surat sakitnya dari tanggal segini sampai segini. Saya sudah sakit dari beberapa hari yang lalu.
Saya : Mmm... Mohon maaf ya pak kalau seperti itu saya tidak bisa bantu. Bapak mau ngajak saya berbohong ya? (Dengan nada lembut)
Pasien : bukan begitu dok. Perusahaan saya mintanya begitu. Minta tolong ya dok.
Ibu pasien : minta tolong ya dok. Kasihan anak saya. (Ibu pasien ikut menimpali).
Pasien : mohon ya dok. Minta tolong surat sakitnya dari tanggal segitu. Saya sakit dari tanggal segitu.
Saya : sakit gimana ya pak?
Akhirnya saya ulang lagi anamnesis
( wawancara) pasien dari awal untuk memastikan diagnosa pasien ini. Jurus -jurus anamnesis yang diajarkan guru guru saya dahulu sudah saya kerahkan. Namun arah diagnosa nya belum jelas. Malah bikin bingung.
Saya : pak. Gimana kalau kita cek kolesterol nya pak. Siapa tau keluhan sakit kepala di bagian belakang karena kadar kolesterolnnya tinggi. Kalau perlu kita cek aja lengkap lengkap darahnya. Siapa tau ada sesuatu yang berbahaya loh pak (jurus terakhir nih ceritanya)
Pasien : oh gitu ya dok. Hmmm..gak usah dulu dok. Kasih obat aja dulu.
Saya : Nah. Ketauan sekarang (dalam hati). Ini resepnya pak.
Pasien : gimana dengan surat sakitnya dok? (Masih berusaha). Mohon ya dok ya. Kasih tanggal segitu.
Ibu pasien : iya dok. Minta tolong ya dok. Sekali ini aja dok. Kasihan anak saya.
Saya : pak, buk. Saya bukannya tidak mau menolong. Saya mau tolong pak, buk. Buktinya, saat ibu datang kesini saya mau menerima anak ibuk dan ibuk. Saya obati, tidak saya tolak. Itu bentuk pertolongan saya . Tapi kalau kasusnya seperti ini saya tidak bisa tolong buk. Mohon maaaf sekali ya buk.
Ibu Pasien : Trus. Gimana dong pak? Gak bisa ya. (Masih berusaha)
Saya : buk. Ini bukan masalah sepele. Bukan main – main. Ini soal surat menyurat – menyurat. Berurusan dengan hukum nanti jika ada apa apa nanti dari perusahaan bapak. Saat ini bapak tertolong, tapi mau meninggalkan getahnya buat saya nanti? (Berusaha tetap tenang)
Pasien : Iya pak.
Saya : pak, buk. Pernah dengar kasus dokter kandungan yang dituntut gara di anggap malpraktek, padahaldia bekerja sesuai prosedur.
Pernah dengar kasus dokter bedah di sumatera utara yang di tuntut karena di duga malpraktek. Bahkan jadi sumpah serapah orang – orang. Sementara klarifikasi dari rumah sakitnya, dokter sudah bekerja sesuai prosedur.
Tentang vaksin palsu yang sedang hangat – hangatnya saat ini dengar juga kan pak? Dokter, petugas kesehatan dan rumah sakit jadi bulan bulanan masyarakat. Bahkan ada dokter yang jadi tahanan. Padahal belum tentu mereka yang salah. Vaksin palsunya, juga di suntikkan ke anak cucunya sendiri.
Pasien : iya dok.
Ibu pasien : iya dok. Kasihan saya sama dokter.
Saya : saya kasihan juga sama anak ibu. Tapi buk, di negeri kita tolong menolong dalam kebaikan saja mengkhawatirkan. Apalagi tolong menolong dalam kasus ibuk ini. Tolong menolong yg tidak sesuai prosedur dan etika profesi.
Pasien : iya dok. Makasi dok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar